Selasa, 28 Juni 2016

Ratna Wilis: Volume 3, Nomor2, Januari-Juni 2016, hal. 31-38

HUBUNGAN TINDAKAN IBU TENTANG PERTUMBUHAN GIGI TETAP DENGAN TERJADINYA GIGI BERJEJAL PADA MURID SDN 50 LAMLAGANG BANDA ACEH TAHUN 2016

Oleh :
Ratna Wilis

ABSTRAK
Gigi berjejal merupakan keadaan dimana gigi berdesak-desakan dalam rongga mulut karena rahang kecil sehingga tidak cukup menampung gigi. Berdasarkan pemeriksaan awal yang dilakukan oleh peneliti di SDN 50 Lamlagang  20 siswa yang terdiri dari kelas I sampai dengan kelas IV 18 orang diantaranya mengalami gigi berjejal sedangkan 2 lainya dengan susunan gigi yang normal dan berdasarkan hasil wawancara dari 10 orang tua murid 6 diantaranya tidak mengobservasi adanya gigi yang goyang pada anaknya.Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap dengan terjadinya gigi  berjejal. Metode penelitian ini bersifat analitik, penelitian dilaksanakan di SDN 50 Lamlagang dari tanggal 14 sampai 17 maret  2016. Sample 83 orang murid dan Ibu sebagai responden. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan langsung pada responden. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil  bahwa tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap dengan katagori baik sebanyak 56  orang (67,5%) sedangkan 27 orang (32,5%) dengan katagori kurang baik. Status gigi berjejal didapatkan  dengan kriteria mengalami gigi berjejal sebanyak 39 orang (47%) dan yang tidak mengalami gigi berjejal sebanyak 44 orang (53%). Maka dapat disimpulkan, Ha diterima dimana ada hubungan antara tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi dengan terjadinya gigi berjejal pada murid SDN 50 Lamlagang Banda Aceh tahun 2016. Diharapkan Kepada Ibu agar lebih meningkatkan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada anak, diharapkan bagi pihak sekolah untuk dapat merencanakan kegiatan UKGS dan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkat kinerja dibidang promosi kesehatan.

Kata Kunci : Gigi Berjejal, Tindakan Ibu Tentang Pertumbuhan Gigi

PENDAHULUAN
Undang-undang kesehatan no.36 tahun 2009 pasal 46 dan pasal 47 yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif  dan rehabilitating yang dilaksanakan secara terpadu menyeluruh dan berkesinambungan (Depkes RI,2009).
Keluarga merupakan lingungan pertama dan utama bagi anak dan mempunyai pengaruh besar. Haryoko (1997:2) berpendapat bahwa lingkungan sangat besar pengaruhnya sebagai stimulans dalam perkembangan anak. Orang tua mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan kepribadian anak (Hidayati,2013).
Orang tua merupakan pendidik yang paling utama, guru serta teman sebaya yang merupakan lingkungan kedua bagi anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1978) yang menggungkapkan bahwa orang yang paling penting bagi anak adalah orang tua, guru dan teman sebaya dari merekalah anak mengenal sesuatu yang baik ataupun tidak baik (Hidayati, 2013). 
Orang tua khususnya Ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan bagi anak-anak mereka. Ibu merupakan tokoh kunci dalam keluarga. Posisi wanita sangat menentukan kesehatan keluarga, bagi pasien yang masih muda biasanya alasan mengenai tuntutan pelayanan kesehatan giginya berasal dari anjuran yang diberikan oleh dokter gigi keluarga atau dengan dokter gigi anak-anak dan keikut sertaan ibunya (Dewi,2007).
Ibu memegang peranan penting dalam keluarga, sebagai seorang  istri dan Ibu dari anak-anaknya. Figur pertama yang dikenal anak begitu ia lahir adalah ibunya. Maka dari itu perilaku dapat dicontoh oleh sang anak. Pengetahuan Ibu tentang kesehatan gigi sangat menentukan status kesehatan gigi anaknya kelak. Namun ‘Tahu’ saja tidak cukup, perlu diikuti dengan ‘Peduli’ dan ‘Bertindak’(Mozartha, 2001).
Dalam pertumbuhan gigi anak diperlukan perhatian dan pengetahuan Ibu yang lebih mengenai periode dan transisi atau waktu bercampurnya gigi susu dan gigi tetap. Tanggalnya gigi susu selama ini sering diabaikan. Karena beranggapan akan diganti oleh gigi tetap. Tanggalnya gigi secara prematur dapat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya gigi tetap, sebaliknya gigi susu yang bertahan lebih lama dari yang seharusnya, juga menyebabkan gangguan pada erupsi atau pertumbuhan gigi tetap. Hal ini mengakibatkan gigi tetap erupsi pada tempat yang tidak seharusnya (Pratiwi,2007).
Menurut salika (2008) pergantian gigi susu ke gigi tetap pertama kali dimulai kurang lebih pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia kurang lebih 12 tahun. Salah satu tanda gigi tetap akan tumbuh umumnya didahului oleh goyangnya gigi susu. Hal ini karena akar gigi susu jadi pendek akibat dorongan proses keluarnya gigi tetap (reabsorbsi).
Memasuki usia sekolah, gigi tetap anak mulai tumbuh sehingga didalam rongga mulut anak terjadi pertumbuhan gigi campuran, yaitu gigi susu dan gigi tetap. Kondisi ini sangat rawan karena kemungkinan terjadi pertumbuhan yang tidak normal. Tidak normalnya pertumbuhan gigi secara tidak langsung dapat menyebabkan kelainan. Para ahli umum menyatakan bahwa susunan gigi yang tidak teratur(berjejal) akan sulit dibersihkan sehingga akan mudah melekatnya makanan yang mengakibatkan mudah terjadinya karies. Kebersihan gigi dan mulut mempunyai peranan penting dalam menjaga mempertahankan kesehatan gigi dan jaringan disekitarnya. Kebersihan gigi dan mulut yang jelek dpat menyebabkan terjadi kerusakan pada gigi dalam pertumbuhan gigi (Mahfoedz,2008).
Gigi berjejal merupakan keadaan dimana gigi berdesak-desak dalam rongga mulut karena rahang yang kecil sehingga tidak cukup menampung gigi atau sebaliknya ukuran gigi yang terlalu besar sehingga posisi gigi menjadi berdesak atau berjejal. Dalam pertumbuhan dan perkembangan gigi khususnya periode transisi pergantian gigi sulung ke  gigi permanen banyak faktor langsung yang mempengaruhi pertumbuhan gigi yang menyebabkan gigi berjejal antara lain, gigi susu yang tanggal sebelum waktunya, gigi yang tidak tumbuh/tidak ada, gigi yang berlebih, tanggalnya gigi tetap, gigi susu tidak tanggal dan kebiasaan buruk yang dilakukan anak(Maulani,2006).
Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2010. Menunjukan prevalensi maloklusi sebesar 60,5% dengan kebutuhan perawatan ortodonti sebesar 23%. Menurut studi epideminologi yang dilakukan pada remaja dilaporkan 11% remaja umur 12-17 tahun mempunyai oklusi normal dan  34,8% mempunyai oklusi ringan (Nazirah,2013).
Berdasarkan laporan yang diperoleh dari puskesmas Kuta Alam kota Banda Aceh didapati hasil pasien yang berkunjung selama tahun 2013 dengan kasus gigi berjejal atau persistensi anak usia 6-14 tahun berjumlah 461 orang dengan rata-rata kunjungan pasien 38 orang perbulan dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2013.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal yang dilakukan oleh peneliti di SDN 50 Lamlagang Banda Aceh tahun 2016 dari 20 siswa yang diperiksa diantaranya 5 orang siswa kelas I, 5 orang kelas II, 5 orang kelas III, dan 5 orang siswa kelas IV 18 diantaranya mengalami gigi berjejel sedangkan 2 lainya dengan susunan gigi yang normal. Dan berdasarkan hasil wawancara pada 10 orang tua murid SDN 50 Banda Aceh 6 diantaranya tidak pernah mengobservasi adanya gigi goyang pada anak dan juga anak tidak pernah dibawa ke rumah sakit ataupun ke puskesmas untuk memeriksakan gigi anaknya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap dengan terjadinya gigi berjejal pada murid SDN 50 Lamlagang Banda Aceh tahun 2016”. 

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini bersifat analitik yaitu mengetahui hubungan tindakan  Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap dengan terjadinya gigi berjejal pada murid  SDN 50 Lamlagang Banda Aceh tahun 2016.
Penelitian ini bersifat analitik, analisa data dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut :
1.    Analisa univariat
Analisa univariat digunakan untuk melihat gambaran setiap variabel independen yaitu tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap serta variabel dependen yaitu gigi berjejal pada murid.
2.    Analisa bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu hubungan tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap  dengan terjadinyagigi berjejal pada murid dengan mengunakan uji statistik Chi-Square  SPSS 22.

HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 14 sampai tanggal 17 Maret 2016 terhadap 83 murid SDN 50 Lamlagang Banda Aceh  dan Ibu sebagai responden. Teknik pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan susunan gigi pada murid serta wawancara memakai kuisioner untuk mengukur tingkat tindakan Ibu. Hasil pengolahan data di lapangan, disajikan dalam bentuk tabel dan narasi sebagai berikut :

1.    Univariat
a.    Tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap
Distribusi Frekuensi tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Tindakan Ibu tentang Pertumbuhan Gigi Tetap pada Murid SDN 50 Lamlagang Banda Aceh Tahun 2016
No
Tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap
Frekuensi
%
1.
Baik
56
67,5
2.
Kurang baik
27
32,5

Total
83
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahawa dari 83 Ibu sebagai responden, lebih dominan Ibu mempunyai tindakan yang baik tentang pertumbuhan gigi yaitu sebanyak 56 orang (67,5%) .

b.    Status Gigi berjejal
Distribusi frekuensi status gigi berjejal dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
                                                                   


                                                                    Tabel 2
Distribusi Frekuensi Gigi Berjejal pada Murid SDN 50 Lamlagang Banda Aceh tahun 2016
No
Gigi berjejal
frekuensi
%
1.
Ada gigi berjejal
39
47
2.
Tidak ada gigi berjejal
44
53

total
83
100

Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa dari 83 murid yang paling banyak statusnya yaitu tidak adanya gigi berjejal yaitu sebanyak 44 orang(53%) sedangkan yang mengalami gigi berjejal yaitu 39 orang (47%).
2.    Bivariat
a.      Hubungan tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap dengan terjadinya gigi berjejal pada murid SDN  50
Distribusi hubungan tindakan Ibu dengan terjadinya gigi berjejal dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Hubungan tindakan Ibu tentang Pertumbuhan Gigi Tetap dengan Terjadinya Gigi Berjejal Pada Murid SDN 50 Lamlagang Banda Aceh Tahun 2016

Tindakan
Gigi berjejal
total
%
p
df
α
Ada
Tidak Ada
F
%
F
%
Baik
20
36
36
64
56
100
0,006
1
0.05
Kurang baik
19
70
8
30
27
100



Total
39
106
44
94
83





Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tindakan Ibu yang Paling mendominasi adalah tindkan Ibu yang kurang Baik dimana persentase anak yang mengalami gigi berjejal yaitu 70%. P=0,006  dengan  α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tindakan Ibu dengan terjadinya gigi berjejal pada anak.

PEMBAHASAN
Hasil analisa bivariat  menggunakanuji chi-square dengan menggunakan program SPSS 22 menunjukkan bahwa P=0,006 dengan α 0,05. Hal ini  menunjukkan bahwa HO ditolak dimana ada hubungan antara tindakan Ibu tentang pertumbuhan gigi tetap dengan terjadinya gigi berjejal pada murid SDN 50 Lamlagang Banda Aceh tahun 2016.
Peneliti berasumsi bahwa tindakan yang baik dalam mengontrol pertumbuhan anak di pengaruhi oleh pengetahuan dan sikap seorang Ibu dalam menjaga dan mengontrol pertumbuhan gigi anak.  Hal ini sejalan dengan pemikiran Budiharto (2009), seseorang memperoleh pengetahuan melalui pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan diperoleh sebagai akibat dari stimulus yang ditangkap panca indra. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan.
Menurut Suwelo (1992) kurangnya pendidikan yang dimiliki oleh Ibu akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan Ibu terhadap pergantian gigi anak, karena tidak adanya pengetahuan yang baik, hal ini akan berdampak pada kesalahan pengambilan sikap serta tindakan untuk merawat pergantian gigi anak sehingga menimbulkan kelainan pertumbuhan gigi.
Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan yang baik yang dimiliki oleh seorang Ibu  juga mendapatkan status gigi berjejal pada anaknya dikarnakan kurangnya kesadaran serta kepedulian responden sendiri dalam memantau dan mengawasi kesehatan gigi anaknya. Hal ini sejalan dengan pemikiran Notoadmojo (2003) pengetahuan yang baik tanpa disertai oleh kesadaran, sikap, dan tindakan maka tidak akan bertahan lama.
Menurut Notoadmojo (2003) sikap merupakan suatu kesimpulan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan dan aktifitas tetapi prediposisitindakan dan prilaku. Sikap merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Herijulianti,2002).
Hal ini diperkuat dengan penyataan sarwono (1997) segala sesuatu hal harus ada kesinambungan antara pengetahuan sikap yang mencerminkan dalam bentuk tindakan sebab sering kali orang memperhatikan segala sesuatu yang bertentangan dengan pengetahuan dan sikapnya. Agar sikap menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Disini harus ada upaya untuk praktik atau tindakan untuk memelihara kesehatan gigi (Budiharto, 2009).
Menurut Notoadmodjo (2003) tindakan atau praktek merupakan respon yang ditimbulkan dari hasil pengetahuan dan sikap orang tua tentang kesehatan gigi dan mulut anak. Ada dua tindakan yang yang penting dilakukan sejak gigi anak mulai tumbuh yaitu tindakan preventive atau pencegahan  dan tindakan kuratif atau pengobatan. Tindakan pencegahan bisa berupa banyak hal dari yang paling dasar yaitu memotivasi dan mendorong anak agar bergaya hidup sehat dan bersih terutama dibidang kesehatan gigi dan mulut.
Peneliti berasumsi bahwa Seorang ibu yang memiliki pengetahuan, peran dan tidakan yang baik akan menurunkan ke anaknya, begitu pula sebaliknya. Peran seorang Ibu sangat penting dalam perkembangan kesehatan gigi seorang anak. Apabila seorang ibu selalu memantau pertumbuhan gigi anaknya maka anak tersebut akan mendapatkan posisi gigi yang sesuai, sebaliknya apabila seorang Ibu kurang peka terhadap pertumbuhan gigi anaknya maka posisi susunan gigi akan tidak sesuai. Hal itu dikarnakan anak yang takut untuk diperiksa giginya atau pergi kedokter gigi dikarnakan Ibunya yang jarang membawanya untuk diperiksa atau diperkenalkan dengan kesehatan gigi , sehingga kurangya pengetahuan  dan minat anak untuk merawat giginya. Hal tersebut sepaham dengan pemikiran Suwelo (1992) yang mengatakan bahwa peran Ibu sangan menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Cristiono (2011), yang menyatakan bahwa dalam pemeriksaan gigi anak sudah dapat diperkenalkan pada perawat gigi sejak usia 18 bulan dan dapat dilakukan perawatan gigi pada usia 2-3 tahun  dengan harapan agar kesehatan gigi anak dapat terjaga dan termonitor. Selain itu para ibu juga merasakan kekhawatiran apabila telah melihat ada kelainan pada gigi anaknya. Rasa takut itu dapat ditanggulangi dengan mempersiapkan para Ibu untuk mengambil langkah-langkah apa yang dilakukan dalam memperkenalkan perawatan gigi pada anaknya serta menambah pengetahuan para Ibu mengenai kelainan-kelainan pada gigi dan mulut anak yang ditemukan. 
Hal ini diperkuat dengan pendapat Nova (2010), kesadaran orang tua untuk membawa anaknya berkonsultasi dinilai masih rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus anak ke dokter gigi apabila telah terjadi masalah. Pemeriksaan ke dokter gigi dengan rutin yaitu setiap 6 bulan sekali sebaiknya dibiasakan sejak dini, meskipun tidak ada masalah sebab ini merupakan hal yang penting sebagai kontrol bagi kesehatan anak.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpun bahwa ada hubungan antara tindakan Ibu tentang pertumbuhan Gigi tetap dengan terjadinya gigi berjejal pada murid SDN 50 Lamlagang Banda Aceh tahun 2016 dengan nilai perhitungan dengan SPSS dimana nilai P=0,006  dengan α (0,05).
Berdasarkan Kesimpulan diatas maka dapat disarankan sebagai berikut :
1.      Diharapkan kepada Ibu agar lebih meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai pertumbuhan gigi anak  dalam mengontrol dan memantau masa pertumbuhan gigi anak.
2.      Diharapkan kepada pihak sekolah agar merencanakan kegiatan usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS) untuk memantau kesehatan gigi dan mulut anak.
3.      Diharapkan kepada dinas kesehatan setempat agar dapat mempromosikan kesehatan gigi dan mulut.



DAFTAR PUSTAKA

Budiharto.2010. Ilmu Prilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi.Jakarta EGC.
Depkes.RI.2009.Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor144. Jakarta.
Eriska.2005. Penyakit Mulut Pada Anak,artikel. Jakarta : Gramedia.
Heriyanto,E.2008. Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut. http://www.google.co.id
Itjingningsih,2000.Anatomi Gigi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran Gigi EGC.
Kemp,J.2004. Gigi si Kecil.Jakarta : Erlangga.
Kusumawardani,E.2011. Buruknya Kesehatan Gigi dan Mulut. Yogyakarta : Siklus.
Machfoedz,I.2005. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-anak dan Ibu Hamil. Yogyakarta :Fitramaya
Maulani,C.2006. kiat-kiat Merawat Gigi Anak. Jakarta : PT.Alex Media.
Notoatmodjo,S.2012. Meteologi Penelitian Kesehatan.Jakarta :Rhineka Cipta.
Notoatmodjo.2007. Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Seni. Jakarta : Rhineka Cipta.
Perkasa,A. 2010. Pertumbuhan Gigi Anak .
http//www.keluargasehat.wordpress.com.
Pratiwi,D.2009. Gigi Sehat dan Cantik. Jakarta:Kompas.
Rahman,F.2004. Mengapa Gigi Tidak Teratur. http://www.suaramerdeka.com.
Silva. 2013. Gigi Anak dan Gigi Orang Dewasa. http://www.matakristal.com/gigi-anak-anak-gigi-susu-orang-dewasa-gigi-tetap 
Silviantri.2011. Mencegah Gigi Tidak Teratur Sejak Dini. http://kimsosilztootsmile.wordpress.com/mencegah-gigi-tidak-teratur-sejak-dini.
Wasis,2008. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat,Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran Gigi EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar