FAKTOR RESIKO
TERJADINYA OBESITAS PADA REMAJA
DI JURUSAN
KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES ACEH
Oleh:
Juliastuti
ABSTRAK
Obesitas dapat menimbulkan berbagai macam efek terhadap
pertumbuhan, perkembangan, psikososial, penyakit, dan memperpendek harapan
hidup seseorang.Saat ini obesitas menempati peringkat kelima sebagai penyebab
utama kematian di dunia.Hal ini menjadi masalah karena prevalensinya yang terus
meningkat.Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya obesitas.Diantara seperti
karena faktor keturunan, pola makan, aktifitas, lingkungan dan lain sebagainya.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor resiko terjadinya obesitas
pada remaja di Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Aceh. Penelitian ini bersifat
deskriptif analitik dengan pendekatan case control(retrospektif).Pengambilan
sampel purposive sampling dengan jumlah sampel 60 orang (kelompok kasus dan
kelompok control). Hasilpenelitian ada hubungan
antara genetik dengan obesitas nilai OR 18,0, ada hubungan antara pola
makan dengan obesitas nilai OR 8,636, tidak ada hubungan antara aktifitas
fisik dengan obesitas nilai OR 1,81. Temuan dari penelitian ini diketahui ternyata Aktifitas fisik
seorang remaja tidak ada hubungan dengan obesitasnya. Sedangkan faktor genetik
dan pola makan ada hubungan dengan obesitas.
Kata Kunci: Obesitas, Remaja
FACTORS IN ADOLESCENT RISK OF
OBESITY IN THE DEPARTMENT
OF MIDWIFERY POLTEKKES MINISTRY
OF HEALTH ACEH
By:
Juliastuti
ABSTRACT
Background: Obesity can cause a
variety of effects on the growth, development, psychosocial, disease, and
shorten the life expectancy of a person. Nowadays obesity is ranked as the
fifth leading cause of death in the world. This becomes a problem because of
its prevalence is increasing. Many things that affect obesity.Among such as
heredity, diet, activity, environment and others. Objective: To determine the
risk factors for obesity in adolescents in the Department of Obstetrics
Poltekkes MoH Aceh. The research is descriptive analytic approach of case
control (retrospective). Purposive sampling with a sample of 60 people (the
case group and the control group). The results of the study there was a
relationship between genetics and obesity OR value of 18.0, there is a
relationship between diet and obesity OR value of 8.636, there was no
association between physical activity and obesity OR value of 1.81. Conclusions:
Physical activity turns a teenager there was no association with obesity. While
genetic factors and diet there is a correlation with obesity.Suggestion: to
maintain an ideal body weight and a healthy body , pay attention to diet, do a
proper physical activity , avoid stress and rest enough
Keywords: Obesity, Adolescent
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan keadaan patologi sebagai
akibat dari konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhannya sehingga terdapat
penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh). Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai macam efek terhadap pertumbuhan,
perkembangan, psikososial dan timbulnya penyakit (Soetjiningsih, 2004).
Beberapa penelitian dapat dibuktikan bahwa obesitas dapat meningkatkan resiko
timbulnya berbagai macam penyakit seperti kencing manis, penyakit kantung
empedu, penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Disamping itu, obesitas juga
faktor penyulit pada penyakit saluran nafas, mempersulit kehamilan dan
akhirnya, serta dapat memperpendek harapan hidup seseorang (Diarly, 2007).
Dampak lain yang sering diabaikan adalah bahwa obesitas dapat mempengaruhi
kejiwaan, yakni sering merasa kurang percaya diri. Apalagi kalau berada pada
masa remaja dan mengalami obesitas, biasanya akan menjadi pasif dan depresi,
karena sering tidak terlibat pada kegiatan yang dilakukan teman sebayanya
(Wulandari, 2007).
Obesitas atau kegemukan menyebabkan 10,3% dari angka kematian dunia. Menurut
WHO, angka tersebut menempati peringkat kelima sebagai penyebab utama kematian
di dunia. Secara globalnya, 400 juta jiwa yang mengalami obesitas. Hal ini menjadi masalah di seluruh dunia karena
prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa dan anak baik di negara maju
maupun negara sedang berkembang (Kompas, 2011). Diantara negara sedang berkembang, jumlah anak usia
sekolah dengan overweight terbanyak
berada di kawasan Asia yaitu 60% populasi atau sekitar 10,6 juta jiwa (Musa,
2010).
Faktor genetis merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam timbulnya obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak
obesitas umumnya berasal dari keluarga dengan orang tua obesitas. bila salah
satu orang tua obesitas, kira-kira 40-50% anak-anaknya akan menjadi obesitas, sedangkan
bila kedua orang tua obesitas, 80% anak-anaknya akan menjadi obesitas (Diarly,
2007).
Peningkatan prevalensi obesitas terjadi karena berkurangnya aktivitas fisik dan perubahan
pola makan. Aktivitas fisik merupakan kunci utama keseimbangan energi yang
menyumbang pengeluaran energi (Musa, 2010). Gaya hidup yang serba mudah dan
santai yang membuat tubuh menjadi jarang bergerak atau menggunakan sedikit
tenaga untuk aktivitas sehari-hari. Padahal dari makanan yang dikonsumsi,
sebagian besarnya seharusnya dibakar agar tidak menumpuk menjadi lemak.
Penumpukan lemak secara terus-menerus akan membuat ukuran tubuh menjadi terus
bertambah. Ini tentu saja akan menambah pundi-pundi lemak di bawah kulit (Dewi, 2011).
Begitu juga dengan perubahan pola makan yang menyebabkan remaja obesitas.
Faktor yang sering ditemukan sehingga terjadinya perubahan pola makan yang
menyebabkan asupan energi melebihi kebutuhan adalah gangguan emosional dan juga
riwayat kebiasaan makan serta frekuensi asupan makanan berkalori tinggi yang
perlu digali dari orang tua remaja obesitas (Soetjiningsih, 2004).
Selain itu, remaja juga cenderung mengonsumsi fast-food dan soft-drink untuk
menciptakan citra diri yang modern dalam komunitasnya. Remaja usia sekolah juga
merupakan suatu kelompok masyarakat yang relatif rentan terhadap iklan terutama
iklan makanan cepat saji di televisi. Adanya iklan-iklan produk makanan cepat
saji di televisi dapat meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup
masyarakat pada umumnya (Alfadilah, 2010).
Menurut Padmiari dalam
Alfadilah, hasil penelitiannya pada tahun 2002 tentang ”makanan cepat saji dan
risiko obesitas, ditemukan sekitar 15,8% dari 154 anak usia SD di Kota Denpasar
mengalami Obesitas. Terdiri atas 9,7% laki-laki dan 3,9% perempuan, dan
penelitian lanjutan sempat dilakukan Padmiari di tahun 2004 terhadap 2.700
orang dewasa ditemukan sebanyak 10,5% orang dewasa di Denpasar mengalami
obesitas akibat mengkonsumsi makanan cepat saji.
Kegemukan (obesitas) berbeda dengan kelebihan berat badan (overweight). Obesitas dapat diartikan
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan sehingga berat badan jauh di atas normal
dan dapat membahayakan kesehatan. Sedangkan overweight
adalah suatu keadaan berat badan yang melebihi berat badan normal atau
seharusnya (Agoes, 2003). Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat
dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Suryoprajogo, 2009).
Obesitas diukur melalui perkiraan lemak tubuh secara tidak langsung
(antropometri).Indeks massa tubuh atau Body Mass Index (BMI) adalah ukuran standar yang digunakan untuk anak berusia
2 tahun ke atas. Ukuran lain seperti rasio berat badan terhadap tinggi badan
(terutama untuk anak dibawah 2 tahun) atau distribusi lemak (lingkar pinggang
dan rasio pinggang terhadap panggul) juga dapat digunakan. Patokan BMI untuk
obesitas pada anak bervariasi sesuai jenis kelamin dan usia. Ketika anak
mencapai usia dewasa, patokan BMI untuk overweight dan obesitas adalah 25 dan
30 (Admin, 2009).
BMI dapat dicari dengan rumus : BMI = b / t2
Ket :
BMI = Body
Mass Index
B = Berat badan (kg) dan
t = Tinggi badan
(m)
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI
No.920/Menkes/sk/VIII/2002, sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, serta
hasil temu pakar gizi di Indonesia, telah diputuskan standar baku antropometri
yang digunakan secara nasional di Indonesia adalah standar baku World health
Statistics (Agoes, 2003).
Menurut Diarly (2007), terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor yaitu
faktor genetik, aktivitas fisik, pola makan, faktor psikologi, Jenis kelamin,
tingkat sosial. Sedangkan menurut teori Admin (2009), obesitas dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, genetik, endokrin, metabolic programming(aktivitas, pola makan, kesehatan).
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Suryoprajoyo (2009), yang mengatakan
obesitas melibatkan beberapa faktor yaitu genetik, lingkungan (pola makan),
psikis, kesehatan, perkembangan dan aktivitas fisik.
Observasi awal yang dilakukan
di Jurusan Kebidanan Kemenkes Aceh terhadap mahasiswi tingkat I, II, III
diperkirakan 10% mahasiswi yang mengalami kegemukan. Sedangkan dari hasil
wawancara pada bulan april didapatkan bahwa 5 dari 6 mahasiswi (83%) yang
obesitas yang jarang sarapan pagi dan 3 dari 6 mahasiswi (50%) yang sering
mengkonsumsi bakso ketika menjelang siang hari, serta 100% dari 6 mahasiswi
tersebut yang hampir tidak pernah melakukan kegiatan olahraga setiap minggunya
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan case control(retrospektif). Penelitian dilakukan di Jurusan kebidanan Poltekes Kemenkes Aceh
Tahun 2014.Jumlah populasi yang diambil adalah 1:1 dengan
merekrut sejumlah subjek dengan efek (kelompok kasus), kemudian dicari subyek
lain yang karekteristiknya sebanding namun tidak mempunyai efek (kelompok
kontrol) (Sastroasmoro, 2006) yaitu remaja dengan IMT normal dan remaja dengan
IMT BB lebih. Sampel diambil secara purposive sampling 30 mahasiswi obesitas kemudian diambil 30
mahasiswa yang memiliki IMT normal.
HASIL PENELITIAN
a.
Hubungan
Genetik dengan Obesitas pada Remaja
Genetik
|
Obeitas
pada remaja
|
OR
(CI
95%)
|
P
|
|||
Obesitas
(kasus)
|
Normal
(kontrol)
|
|||||
f
|
%
|
f
|
%
|
|||
Ada
|
27
|
90%
|
10
|
33,3%
|
18,0
(4,378-
74,012)
|
0,000
|
Tidak
|
3
|
10%
|
20
|
66,7
|
||
Total
|
30
|
100%
|
30
|
100%
|
Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa responden yang ada
faktor genetik lebih besar proporsi terjadinya obesitas (90%) daripada tidak
obesitas (33,3%). Hasil analisis perbedaan proporsi terpapar faktor resiko
antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara statistik sangat bermakna
dengan nilai P=0,000 (P<0,05) dan nilai OR= 18,00.
b.
Hubungan
Aktifitas Fisik dengan Obesitas pada Remaja
Aktifitas
Fisik
|
Obeitas
pada remaja
|
OR
(CI
95%)
|
P
|
|||
Obesitas
(kasus)
|
Normal
(Kontrol)
|
|||||
F
|
%
|
F
|
%
|
|||
Ringan
|
25
|
83,3%
|
22
|
73,3%
|
1,81
(0,518-6,382)
|
0,532
|
Berat
|
5
|
16,7%
|
8
|
26,7%
|
||
Total
|
30
|
100%
|
30
|
100%
|
Berdasarkan
tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa
responden yang melakukan aktivitas ringan sedikit lebih besar proporsi
terjadinya obesitas (83,3%) daripada yang tidak obesitas atau normal (73,3%).
Hasil analisa perbedaan proporsi terpapar faktor resiko antara kelompok kasus
dengan kelompok kontrol secara statistik dengan nilai P=0,532 (P>0,05) dan
nilai OR = 1,81.
c.
Hubungan Pola
makan dengan Obesitas pada remaja
Pola
Makan
|
Obeitas
pada remaja
|
OR
|
P
|
|||
Obesitas
(Kasus)
|
Normal
(Kontrol)
|
|||||
F
|
%
|
F
|
%
|
|||
Berlebihan
|
19
|
63,3%
|
5
|
16,7%
|
8,636
(2,566-29,0730
|
0,000
|
Berdasarkan tabel diatas,
dapat dijelaskan bahwa responden yang pola makan ideal lebih besar proporsi
terjadinya tidak obesitas atau normal (83,3%) daripada normal (36,7%). Hasil
analisis perbedaan proporsi terpapar faktor resiko antara kelompok kasus dengan
kelompok kontrol secara statistik sangat bermakna dengan nilai P=0,000
(P<0,05) dan nilai OR= 8,636.
PEMBAHASAN
1.
Hubungan Genetik dengan Obesitas pada Remaja
Hasil
penelitian memberikan gambaran bahwa ada hubungan antara genetik dengan
obesitas pada remaja di Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Aceh. Hal ini
dapat dilihat dari 20 remaja (66,7%) yang memiliki BB normal dan tidak memiliki
faktor genetik. Dan dari 60 remaja sebanyak 27 orang (90%) yang memiliki faktor genetik dan mengalami
badan lebih bahkan sampai mengalami obesitas.
Adanya
hubungan tersebut sesuai seperti yang diungkapkan oleh Soetjiningsih (2004) dan
Diarly (2007) bahwa kalau salah satu orang tua yang obesitas maka anaknya
mempunyai resiko 30%-40% menjadi obesitas.Sedangkan kalau kedua orang tuanya
obesitas maka resikonya meningkat menjadi 70%-80%.
Hasil
penelitian yang didapatkan pada 27 orang mahasiswi yang mengalami obesitas
ternyata hampir 50% mahasiswi tersebut mempunyai faktor genetik yang berasal
dari orang tua tunggal. Misalnya dari ibunya saja atau ayahnya saja. Walaupun
demikian, mereka juga didukung dengan
genetik yang berasal dari nenek/kakek dari ayah/ibu mereka.
Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Musa (2010) yang mengatakan bahwa genetik cenderung diturunkan terus menerus
kepada generasinya. Begitu juga dengan pendapat Suryoprajoyo (2009) yang
mengatakan bahwa obesitas cenderung diturunkan.Sehingga diduga memiliki
penyebab genetik.Penelitian terbaru menunjukan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.Kebanyakan ahli
dalam bidang obesitas percaya bahwa faktor genetik memainkan peran penting
dalam menentukan risiko obesitas.Tetapi genetik tidak merupakan satu-satunya
penyebab.Ahli obesitas menyadari bahwa faktor genetis dan lingkungan sama-sama
berpengaruh pada obesitas.
2.
Hubungan Aktifitas Fisik dengan Obesitas pada Remaja
Hasil
penelitian memberikan gambaran bahwa tidak ada hubungan anatara aktifitas fisik
dengan obesitas di Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Aceh. Hal ini
didapatkan 83,3% mahasiswi yang melakukan aktifitas ringan mengalami obesitas
dan 26,7% mahasiswi yang melakukan aktifitas berat memiliki berat badan yang
normal.
Teori Supriyanto, 2010, berlawanan dengan hasil penelitian ini
yaitu Tingkat pengeluaran energi
tubuh sangat peka
terhadap pengendalian berat
tubuh. Pengeluaran energi
tergantung dari dua faktor:1) tingkat aktivitas dan olahraga secara umum;2)
angka
metabolisme
basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi minimal
tubuh. Dan kedua
faktor tersebut
metabolisme
basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dan pengeluaran energi orang normal.
Meski
aktivitas
fisik
hanya
mempengaruhi satu pertiga pengeluaran
energi seseorang
dengan
berat
normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan
aktivitas fisik memiliki peran yang sangat
penting.
Padasaat berolahraga kalori
terbakar, makin banyak berolahraga
maka
semakin banyak
kalori yang hilang.
Kalori
secara tidak langsung mempengaruhi
sistem metabolisme
basal.
Orang yang
duduk bekerja seharian akan
mengalami
penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktivitas gerak akan
menyebabkan
suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan
olahraga menjadi sangat
sulit dan kurang
dapat
dinikmati dan
kurangnya olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi
turunnya metabolisme
basal tubuh orang tersebut. Jadi
olahraga sangat
penting dalam
penurunan berat
badan
tidak saja
karena dapat membakar kalori, melainkan juga
karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan teori Suryoprajoyo (2009)
yang mengatakan kurangnya aktifitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian
obesitas di kalangan remaja. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan sedikit
kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak
melakukan aktifitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas.
Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa
mahasiswi yang aktifitas ringan tidak mengalami obesitas karena apabila diliat
dari segi keturunan mereka tidak memiliki faktor genetik, dan jika dilihat dari
segi pola makan mereka memiliki pola makan yang ideal.Sehingga apabila
mahasiswi tersebut melakukan aktivitas fisik yang ringan tetapi dia tidak
memiliki faktor genetik maka resiko untuk mengalami kegemukan sangat
kecil.Begitu juga dengan pola makan. Apabila aktivitas fisik yang dilakukan ringan tetapi pola makannya
ideal maka resiko untuk mengalami kegemukan juga kecil.
Setelah dilakukan penelitian ternyata aktifitas yang sangat disukai
oleh mahasiswa adalah menonton TV berjam-jam.Mereka hampir tidak pernah
melakukan kegiatan yang banyak menggerakkan lengan.Untuk mencuci baju saja
mereka lebih memilih menggunakan mesin cuci dan laundry dari pada mencuci
dengan tangan.Memang setelah kita kaji lagi ternyata lebih banyak mahasiswi
yang kedua orang tuanya berkerja yang mengalami kegemukan. Hal ini disebabkan
karena faktor ekonomi juga yang mendukung anak tersebut untuk lebih memanjakan
diri dan lebih sedikit mengeluarkan energinya.Kesimpulan peneliti aktifitas
fisik yang dilakukan belum tepat sehingga tidak dapat menurunkan berat badan(
mengalami obesitas).
3.
Hubungan Pola Makan dengan Obesitas pada Remaja
Hasil penelitian memberikan gambaran
bahwa ada hubungan anatara pola makan dengan obesitas di Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Aceh. Hal ini didapatkan 83,3% mahasiswi yang pola makannya
ideal mempunyai berat badan normal dan 63,3% mahasiswi yang pola makan
berlebihan mengalami obesitas.
Adanya
hubungan tersebut sesuai teori yang diungkapkan oleh Soetjiningsih (2004) bahwa
obesitas dapat terjadi kalau asupan kalori berlebihan. Ditambah lagi gaya hidup
masa kini yang suka mengkonsumsi fast
food yang berkalori tinggi seperti pizza,berbagai jenis ayam,ice cream dan
aneka makanan mie.
Dari
hasil penelitian dapat dilihat jenis makanan fast food yang sangat digemari oleh sejumlah mahasiswi Jurusan
Kebidanan yang mengalami obesitas dan pola makan berlebihan adalah berbagai
jenis mie, bakso, ayam penyet, coklat, snack, ice cream dan berbagai jenis
minuman kaleng. Frekuensi untuk setiap makanan yang di konsumsi yaitu rata-rata
lebih dari 2 kali dalam seminggu bahkan dari hasil wawancara ada yang
mengkonsumsinya hampir setiap hari. Pola makan yang berlebihan kemungkinan
besar didukung dengan kedua orang tua mereka yang memiliki pekerjaan. Sehingga
uang saku yang diberikan kepada mereka dapat membeli porsi makan yang lebih.
Sedangkan untuk yang bekerja tunggal kebanyakan uang saku yang diberikan
pas-pasan dan mereka lebih menyukai mengkonsumsi fast food yang murah dan mengenyangkan seperti bebagai jenis mie
dan bakso.fast food berisiko dapat meningkatkan
obesitas sebesar 50%. Banyak peneliti melaporkan bahwa fast food dapat
menyebabkan kegemukan, terutama keluarga-keluarga yang memilih fast food sebagai makanan lebih dari dua
kali seminggu menjalankan risiko yang
lebih tinggi dan lebih besar obesitas .
Penelitian serupa yang dilakukan
Hudha (2006) pada remaja kelas II SMP Theresiana di Semarang membuktikan bahwa
terdapat hubungan yang sangat bermakna terhadap pola makan dengan obesitas pada
remaja.
Kesimpulan
1.
Ada hubungan
faktor genetik dengan terjadinya obesitas pada remaja (P<0,05) dengan nilai
P = 0,000 dan nilai OR = 18.0
2.
Tidak ada
hubungan antara aktifitas fisik dengan obesitas pada remaja (P>0,05) dengan
nilai P = 0,532 dan nilai OR = 1,81.
3.
Ada hubungan
antara pola makan dengan obesitas pada remaja (P<0,05) dengan nilai P =
0,000dan nilai OR =8,636.
Saran
1.
Kepada
mahasiswi Jurusan Kebidanan agar dapat memilih makan dengan baik, menjaga pola
makan dan makan dengan frekuensi yang dianjurkan olah raga yang sesuai, hindari
stres.
2.
Kepada
institusi pendidikan agar meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswi
tentang konsep faktor resiko terjadinya obesitas pada remaja melalui proses
belajar mengajar dan penyediaan fasilitas bahan bacaan yang memadai.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus supriyanto, 2010, Obesitas, Faktor
Penyebab dan Bentuk-bentuk Terapinya, Dosen Pendidikan Kepelatihan FIK UNY
Agoes, Dina. 2003. ”Mencegah
dan Mengatasi Kegemukan pada Balita. Penerbit Puspa Swara,Jakarta.
Alfadillah, 2010. Fast Food
Bagi Kehidupan Masyarakat. http://wans84.wordpress.com/2010/06/12/fast-food-bagi-kehidupan-masyarakat/
Dewi, Lanny. 2011. Pola Makan
Sehat dan Gaya Hidup yang Benar.http://www.rumahsakitmitrakemayoran.com/pola-makan-sehat-dan-gaya-hidup-yang-benar/
Diarly, Misna. 2007. Obesitas
sebagai faktor risiko beberapa penyakit. Penerbit Pustaka Obor Populer.
Jakarta
Hudha,
L.A. 2006. Hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan Obesitas pada
Remaja Kelas II SMP Theresianan I Yayasan Bernadus Semarang (skripsi).
Musa, 2010. Faktor Risiko
Obesitas Pada Remaja. http://www.dik.undip.ac.id/component/content/article(dikutip
tanggal15 februari 2011)
Subardja, Dedi. 2004. Obesitas
Primer pada Anak. Bandung : PT.Kiblat Buku Utama.
Suryoprajoyo, nadine . 2009. Kupas
Tuntas Kesehatan Remaja dari A-Z. Jogyakarta
:PT.Diglossia Printika.
Soetjiningsih, 2004. TumbuhKembang Anak dan
Remaja, Buku Ajar I, Jakarta
Sastroasmoro, S,2006, Dasar-dasar metodologi penelitian Klinis, Sagung seto Jakarta