Senin, 28 Desember 2015

Juliastuti: Jurnal Pionir, Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2015, hal. 91-98

FAKTOR RESIKO TERJADINYA OBESITAS PADA REMAJA
DI JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES ACEH

Oleh:
Juliastuti

ABSTRAK
Obesitas dapat menimbulkan berbagai macam efek terhadap pertumbuhan, perkembangan, psikososial, penyakit, dan memperpendek harapan hidup seseorang.Saat ini obesitas menempati peringkat kelima sebagai penyebab utama kematian di dunia.Hal ini menjadi masalah karena prevalensinya yang terus meningkat.Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya obesitas.Diantara seperti karena faktor keturunan, pola makan, aktifitas, lingkungan dan lain sebagainya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor resiko terjadinya obesitas pada remaja di Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Aceh. Penelitian  ini bersifat  deskriptif analitik dengan pendekatan case control(retrospektif).Pengambilan sampel purposive sampling dengan jumlah sampel 60 orang (kelompok kasus dan kelompok control). Hasilpenelitian ada hubungan antara genetik dengan obesitas nilai OR 18,0, ada hubungan antara  pola makan dengan obesitas nilai OR 8,636, tidak ada hubungan antara aktifitas fisik dengan obesitas nilai OR 1,81. Temuan dari penelitian ini diketahui ternyata Aktifitas fisik seorang remaja tidak ada hubungan dengan obesitasnya. Sedangkan faktor genetik dan pola makan ada hubungan dengan obesitas.

Kata Kunci: Obesitas, Remaja

FACTORS IN ADOLESCENT RISK OF OBESITY IN THE DEPARTMENT
OF MIDWIFERY POLTEKKES MINISTRY OF HEALTH ACEH

By:
Juliastuti

ABSTRACT
Background: Obesity can cause a variety of effects on the growth, development, psychosocial, disease, and shorten the life expectancy of a person. Nowadays obesity is ranked as the fifth leading cause of death in the world. This becomes a problem because of its prevalence is increasing. Many things that affect obesity.Among such as heredity, diet, activity, environment and others. Objective: To determine the risk factors for obesity in adolescents in the Department of Obstetrics Poltekkes MoH Aceh. The research is descriptive analytic approach of case control (retrospective). Purposive sampling with a sample of 60 people (the case group and the control group). The results of the study there was a relationship between genetics and obesity OR value of 18.0, there is a relationship between diet and obesity OR value of 8.636, there was no association between physical activity and obesity OR value of 1.81. Conclusions: Physical activity turns a teenager there was no association with obesity. While genetic factors and diet there is a correlation with obesity.Suggestion: to maintain an ideal body weight and a healthy body , pay attention to diet, do a proper physical activity , avoid stress and rest enough

Keywords: Obesity, Adolescent

PENDAHULUAN
Obesitas merupakan keadaan patologi sebagai akibat dari konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhannya sehingga terdapat penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh). Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai macam efek terhadap pertumbuhan, perkembangan, psikososial dan timbulnya penyakit (Soetjiningsih, 2004).
Beberapa penelitian dapat dibuktikan bahwa obesitas dapat meningkatkan resiko timbulnya berbagai macam penyakit seperti kencing manis, penyakit kantung empedu, penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Disamping itu, obesitas juga faktor penyulit pada penyakit saluran nafas, mempersulit kehamilan dan akhirnya, serta dapat memperpendek harapan hidup seseorang (Diarly, 2007).
Dampak lain yang sering diabaikan adalah bahwa obesitas dapat mempengaruhi kejiwaan, yakni sering merasa kurang percaya diri. Apalagi kalau berada pada masa remaja dan mengalami obesitas, biasanya akan menjadi pasif dan depresi, karena sering tidak terlibat pada kegiatan yang dilakukan teman sebayanya (Wulandari, 2007).
Obesitas atau kegemukan menyebabkan 10,3% dari angka kematian dunia. Menurut WHO, angka tersebut menempati peringkat kelima sebagai penyebab utama kematian di dunia. Secara globalnya, 400 juta jiwa yang mengalami obesitas. Hal ini menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa dan anak baik di negara maju maupun negara sedang berkembang (Kompas, 2011). Diantara negara sedang berkembang, jumlah anak usia sekolah dengan overweight terbanyak berada di kawasan Asia yaitu 60% populasi atau sekitar 10,6 juta jiwa (Musa, 2010).
Faktor genetis merupakan salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak obesitas umumnya berasal dari keluarga dengan orang tua obesitas. bila salah satu orang tua obesitas, kira-kira 40-50% anak-anaknya akan menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orang tua obesitas, 80% anak-anaknya akan menjadi obesitas (Diarly, 2007).
Peningkatan prevalensi obesitas terjadi karena berkurangnya aktivitas fisik dan perubahan pola makan. Aktivitas fisik merupakan kunci utama keseimbangan energi yang menyumbang pengeluaran energi (Musa, 2010). Gaya hidup yang serba mudah dan santai yang membuat tubuh menjadi jarang bergerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari. Padahal dari makanan yang dikonsumsi, sebagian besarnya seharusnya dibakar agar tidak menumpuk menjadi lemak. Penumpukan lemak secara terus­-menerus akan membuat ukuran tubuh menjadi terus bertambah. Ini tentu saja akan menambah pundi-pundi lemak di bawah kulit  (Dewi, 2011).
Begitu juga dengan perubahan pola makan yang menyebabkan remaja obesitas. Faktor yang sering ditemukan sehingga terjadinya perubahan pola makan yang menyebabkan asupan energi melebihi kebutuhan adalah gangguan emosional dan juga riwayat kebiasaan makan serta frekuensi asupan makanan berkalori tinggi yang perlu digali dari orang tua remaja obesitas (Soetjiningsih, 2004).
Selain itu, remaja juga cenderung mengonsumsi fast-food dan soft-drink untuk menciptakan citra diri yang modern dalam komunitasnya. Remaja usia sekolah juga merupakan suatu kelompok masyarakat yang relatif rentan terhadap iklan terutama iklan makanan cepat saji di televisi. Adanya iklan-iklan produk makanan cepat saji di televisi dapat meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya (Alfadilah, 2010).
Menurut Padmiari dalam Alfadilah, hasil penelitiannya pada tahun 2002 tentang ”makanan cepat saji dan risiko obesitas, ditemukan sekitar 15,8% dari 154 anak usia SD di Kota Denpasar mengalami Obesitas. Terdiri atas 9,7% laki-laki dan 3,9% perempuan, dan penelitian lanjutan sempat dilakukan Padmiari di tahun 2004 terhadap 2.700 orang dewasa ditemukan sebanyak 10,5% orang dewasa  di Denpasar mengalami obesitas akibat mengkonsumsi makanan cepat saji.
Kegemukan (obesitas) berbeda dengan kelebihan berat badan (overweight). Obesitas dapat diartikan penimbunan lemak tubuh yang berlebihan sehingga berat badan jauh di atas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Sedangkan overweight adalah suatu keadaan berat badan yang melebihi berat badan normal atau seharusnya (Agoes, 2003). Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Suryoprajogo, 2009).
Obesitas diukur melalui perkiraan lemak tubuh secara tidak langsung (antropometri).Indeks massa tubuh atau Body Mass Index (BMI) adalah ukuran standar yang digunakan untuk anak berusia 2 tahun ke atas. Ukuran lain seperti rasio berat badan terhadap tinggi badan (terutama untuk anak dibawah 2 tahun) atau distribusi lemak (lingkar pinggang dan rasio pinggang terhadap panggul) juga dapat digunakan. Patokan BMI untuk obesitas pada anak bervariasi sesuai jenis kelamin dan usia. Ketika anak mencapai usia dewasa, patokan BMI untuk overweight dan obesitas adalah 25 dan 30 (Admin, 2009).
BMI dapat dicari dengan rumus : BMI = b / t2
Ket :
BMI   = Body Mass Index
B       =  Berat badan (kg) dan
t         =  Tinggi badan (m)
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.920/Menkes/sk/VIII/2002, sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, serta hasil temu pakar gizi di Indonesia, telah diputuskan standar baku antropometri yang digunakan secara nasional di Indonesia adalah standar baku World health Statistics (Agoes, 2003).
Menurut Diarly (2007), terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor yaitu faktor genetik, aktivitas fisik, pola makan, faktor psikologi, Jenis kelamin, tingkat sosial. Sedangkan menurut teori Admin (2009), obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, endokrin, metabolic programming(aktivitas, pola makan, kesehatan). Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Suryoprajoyo (2009), yang mengatakan obesitas melibatkan beberapa faktor yaitu genetik, lingkungan (pola makan), psikis, kesehatan, perkembangan dan aktivitas fisik.
Observasi awal yang dilakukan di Jurusan Kebidanan Kemenkes Aceh terhadap mahasiswi tingkat I, II, III diperkirakan 10% mahasiswi yang mengalami kegemukan. Sedangkan dari hasil wawancara pada bulan april didapatkan bahwa 5 dari 6 mahasiswi (83%) yang obesitas yang jarang sarapan pagi dan 3 dari 6 mahasiswi (50%) yang sering mengkonsumsi bakso ketika menjelang siang hari, serta 100% dari 6 mahasiswi tersebut yang hampir tidak pernah melakukan kegiatan olahraga setiap minggunya




METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan case control(retrospektif). Penelitian dilakukan di Jurusan kebidanan Poltekes Kemenkes Aceh Tahun 2014.Jumlah populasi yang diambil adalah 1:1 dengan merekrut sejumlah subjek dengan efek (kelompok kasus), kemudian dicari subyek lain yang karekteristiknya sebanding namun tidak mempunyai efek (kelompok kontrol) (Sastroasmoro, 2006) yaitu remaja dengan IMT normal dan remaja dengan IMT BB lebih.  Sampel diambil secara purposive sampling 30 mahasiswi obesitas kemudian diambil 30 mahasiswa yang memiliki IMT normal.

HASIL PENELITIAN
a.         Hubungan Genetik dengan Obesitas pada Remaja

Genetik
Obeitas pada remaja
OR
(CI 95%)
P
Obesitas
(kasus)
Normal
(kontrol)
f
%
f
%
Ada
27
90%
10
33,3%
18,0
(4,378- 74,012)
0,000
Tidak
3
10%
20
66,7
Total
30
100%
30
100%

Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa responden yang ada faktor genetik lebih besar proporsi terjadinya obesitas (90%) daripada tidak obesitas (33,3%). Hasil analisis perbedaan proporsi terpapar faktor resiko antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara statistik sangat bermakna dengan nilai P=0,000 (P<0,05) dan nilai OR= 18,00.

b.        Hubungan Aktifitas Fisik dengan Obesitas pada Remaja

Aktifitas Fisik
Obeitas pada remaja
OR
(CI 95%)
P
Obesitas
(kasus)
Normal
(Kontrol)
F
%
F
%
Ringan
25
83,3%
22
73,3%
1,81
(0,518-6,382)
0,532
Berat
5
16,7%
8
26,7%
Total
30
100%
30
100%

Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa  responden yang melakukan aktivitas ringan sedikit lebih besar proporsi terjadinya obesitas (83,3%) daripada yang tidak obesitas atau normal (73,3%). Hasil analisa perbedaan proporsi terpapar faktor resiko antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara statistik dengan nilai P=0,532 (P>0,05) dan nilai OR = 1,81.



                           
c.         Hubungan Pola makan dengan Obesitas pada remaja

Pola Makan
Obeitas pada remaja
OR
P
Obesitas
(Kasus)
Normal
(Kontrol)
F
%
F
%
Berlebihan
19
63,3%
5
16,7%
8,636
(2,566-29,0730
0,000

Berdasarkan tabel  diatas, dapat dijelaskan bahwa responden yang pola makan ideal lebih besar proporsi terjadinya tidak obesitas atau normal (83,3%) daripada normal (36,7%). Hasil analisis perbedaan proporsi terpapar faktor resiko antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara statistik sangat bermakna dengan nilai P=0,000 (P<0,05) dan nilai OR= 8,636.

PEMBAHASAN
1.                  Hubungan Genetik dengan Obesitas pada Remaja
Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa ada hubungan antara genetik dengan obesitas pada remaja di Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Aceh. Hal ini dapat dilihat dari 20 remaja (66,7%) yang memiliki BB normal dan tidak memiliki faktor genetik. Dan dari 60 remaja sebanyak 27 orang (90%)  yang memiliki faktor genetik dan mengalami badan lebih bahkan sampai mengalami obesitas.
Adanya hubungan tersebut sesuai seperti yang diungkapkan oleh Soetjiningsih (2004) dan Diarly (2007) bahwa kalau salah satu orang tua yang obesitas maka anaknya mempunyai resiko 30%-40% menjadi obesitas.Sedangkan kalau kedua orang tuanya obesitas maka resikonya meningkat menjadi 70%-80%.
Hasil penelitian yang didapatkan pada 27 orang mahasiswi yang mengalami obesitas ternyata hampir 50% mahasiswi tersebut mempunyai faktor genetik yang berasal dari orang tua tunggal. Misalnya dari ibunya saja atau ayahnya saja. Walaupun demikian,  mereka juga didukung dengan genetik yang berasal dari nenek/kakek dari ayah/ibu mereka.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Musa (2010) yang mengatakan  bahwa genetik cenderung diturunkan terus menerus kepada generasinya. Begitu juga dengan pendapat Suryoprajoyo (2009) yang mengatakan bahwa obesitas cenderung diturunkan.Sehingga diduga memiliki penyebab genetik.Penelitian terbaru menunjukan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.Kebanyakan ahli dalam bidang obesitas percaya bahwa faktor genetik memainkan peran penting dalam menentukan risiko obesitas.Tetapi genetik tidak merupakan satu-satunya penyebab.Ahli obesitas menyadari bahwa faktor genetis dan lingkungan sama-sama berpengaruh pada obesitas.

2.    Hubungan Aktifitas Fisik dengan Obesitas pada Remaja
Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa tidak ada hubungan anatara aktifitas fisik dengan obesitas di Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Aceh. Hal ini didapatkan 83,3% mahasiswi yang melakukan aktifitas ringan mengalami obesitas dan 26,7% mahasiswi yang melakukan aktifitas berat memiliki berat badan yang normal.
Teori Supriyanto, 2010, berlawanan dengan hasil penelitian ini yaitu Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor:1) tingkat aktivitas dan olahraga secara umum;2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dan  kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dan pengeluaran energi orang normal.

Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal,  tapi bagi orang yang memiliki  kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Padasaat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka  semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak  langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktivitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit  dan  kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebutJadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan teori Suryoprajoyo (2009) yang mengatakan kurangnya aktifitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di kalangan remaja. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktifitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas.
Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa mahasiswi yang aktifitas ringan tidak mengalami obesitas karena apabila diliat dari segi keturunan mereka tidak memiliki faktor genetik, dan jika dilihat dari segi pola makan mereka memiliki pola makan yang ideal.Sehingga apabila mahasiswi tersebut melakukan aktivitas fisik yang ringan tetapi dia tidak memiliki faktor genetik maka resiko untuk mengalami kegemukan sangat kecil.Begitu juga dengan pola makan. Apabila aktivitas fisik yang dilakukan ringan tetapi pola makannya ideal maka resiko untuk mengalami kegemukan juga  kecil.
Setelah dilakukan penelitian ternyata aktifitas yang sangat disukai oleh mahasiswa adalah menonton TV berjam-jam.Mereka hampir tidak pernah melakukan kegiatan yang banyak menggerakkan lengan.Untuk mencuci baju saja mereka lebih memilih menggunakan mesin cuci dan laundry dari pada mencuci dengan tangan.Memang setelah kita kaji lagi ternyata lebih banyak mahasiswi yang kedua orang tuanya berkerja yang mengalami kegemukan. Hal ini disebabkan karena faktor ekonomi juga yang mendukung anak tersebut untuk lebih memanjakan diri dan lebih sedikit mengeluarkan energinya.Kesimpulan peneliti aktifitas fisik yang dilakukan belum tepat sehingga tidak dapat menurunkan berat badan( mengalami obesitas).

3.        Hubungan Pola Makan dengan Obesitas pada Remaja
            Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa ada hubungan anatara pola makan dengan obesitas di Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Aceh. Hal ini didapatkan 83,3% mahasiswi yang pola makannya ideal mempunyai berat badan normal dan 63,3% mahasiswi yang pola makan berlebihan mengalami obesitas.
            Adanya hubungan tersebut sesuai teori yang diungkapkan oleh Soetjiningsih (2004) bahwa obesitas dapat terjadi kalau asupan kalori berlebihan. Ditambah lagi gaya hidup masa kini yang suka mengkonsumsi fast food yang berkalori tinggi seperti pizza,berbagai jenis ayam,ice cream dan aneka makanan mie.
            Dari hasil penelitian dapat dilihat jenis makanan fast food yang sangat digemari oleh sejumlah mahasiswi Jurusan Kebidanan yang mengalami obesitas dan pola makan berlebihan adalah berbagai jenis mie, bakso, ayam penyet, coklat, snack, ice cream dan berbagai jenis minuman kaleng. Frekuensi untuk setiap makanan yang di konsumsi yaitu rata-rata lebih dari 2 kali dalam seminggu bahkan dari hasil wawancara ada yang mengkonsumsinya hampir setiap hari. Pola makan yang berlebihan kemungkinan besar didukung dengan kedua orang tua mereka yang memiliki pekerjaan. Sehingga uang saku yang diberikan kepada mereka dapat membeli porsi makan yang lebih. Sedangkan untuk yang bekerja tunggal kebanyakan uang saku yang diberikan pas-pasan dan mereka lebih menyukai mengkonsumsi fast food yang murah dan mengenyangkan seperti bebagai jenis mie dan bakso.fast food berisiko dapat meningkatkan obesitas sebesar 50%. Banyak peneliti melaporkan bahwa fast food dapat menyebabkan kegemukan, terutama keluarga-keluarga yang memilih fast food sebagai makanan lebih dari dua kali seminggu  menjalankan risiko yang lebih tinggi dan lebih besar obesitas .
            Penelitian serupa yang dilakukan Hudha (2006) pada remaja kelas II SMP Theresiana di Semarang membuktikan bahwa terdapat hubungan yang sangat bermakna terhadap pola makan dengan obesitas pada remaja.

Kesimpulan
1.        Ada hubungan faktor genetik dengan terjadinya obesitas pada remaja (P<0,05) dengan nilai P = 0,000 dan nilai OR = 18.0
2.        Tidak ada hubungan antara aktifitas fisik dengan obesitas pada remaja (P>0,05) dengan nilai P = 0,532 dan nilai OR = 1,81.
3.        Ada hubungan antara pola makan dengan obesitas pada remaja (P<0,05) dengan nilai P = 0,000dan nilai OR =8,636.

Saran
1.        Kepada mahasiswi Jurusan Kebidanan agar dapat memilih makan dengan baik, menjaga pola makan dan makan dengan frekuensi yang dianjurkan olah raga yang sesuai, hindari stres.
2.        Kepada institusi pendidikan agar meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswi tentang konsep faktor resiko terjadinya obesitas pada remaja melalui proses belajar mengajar dan penyediaan fasilitas bahan bacaan yang memadai.






DAFTAR PUSTAKA

Agus supriyanto, 2010, Obesitas, Faktor Penyebab dan Bentuk-bentuk Terapinya, Dosen Pendidikan Kepelatihan FIK UNY
Admin. 2009. ”Pengaruh Obesitas Pada Remaja”. http://www.eurika
Agoes, Dina. 2003. ”Mencegah dan Mengatasi Kegemukan pada Balita. Penerbit Puspa Swara,Jakarta.
Alfadillah, 2010. Fast Food Bagi Kehidupan Masyarakat. http://wans84.wordpress.com/2010/06/12/fast-food-bagi-kehidupan-masyarakat/
Dewi, Lanny. 2011. Pola Makan Sehat dan Gaya Hidup yang Benar.http://www.rumahsakitmitrakemayoran.com/pola-makan-sehat-dan-gaya-hidup-yang-benar/
Diarly, Misna. 2007. Obesitas sebagai faktor risiko beberapa penyakit. Penerbit Pustaka Obor Populer. Jakarta
Hudha, L.A. 2006. Hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan Obesitas pada Remaja Kelas II SMP Theresianan I Yayasan Bernadus Semarang (skripsi).
Musa, 2010. Faktor Risiko Obesitas Pada Remaja. http://www.dik.undip.ac.id/component/content/article(dikutip tanggal15 februari 2011)
Siswono, 2007. Obesitas Ajang Reuni Penyakit. Http://www.gizi.net/         (dikutip tanggal 3 april 2011)
Subardja, Dedi. 2004. Obesitas Primer pada Anak. Bandung : PT.Kiblat Buku Utama.
Suryoprajoyo, nadine . 2009. Kupas Tuntas Kesehatan Remaja dari A-Z.  Jogyakarta :PT.Diglossia Printika.
Soetjiningsih, 2004. TumbuhKembang Anak dan Remaja, Buku Ajar I, Jakarta
Sastroasmoro, S,2006, Dasar-dasar metodologi penelitian Klinis, Sagung seto Jakarta